Asal Usul Adonara


SEJARAH ADONARA




     Adonara adalah sebuah pulau kecil yang cukup subur di ujung timur pulau flores.
SIAPAKAH nenek moyang orang Adonara?Sesuai penuturan adat turun temurun, sebagaimana dikemukakan tokoh masyarakat Adonara, H Syamsudin Abdullah (75).
Orang asli Adonara adalah turunan seorang wanita yang bernama Sedo Lepan.Wanita ini adalah manusia primitif paling pertama yang menghuni Pulau Adonara.Tubuhnya ditumbuhi bulu lebat.Wanitan pertama ini muncul bersamaan dengan timbulnya gunung Boleng.
Pada suatu saat terjadilah suatu keajaiban yang luar biasa dimana tubuh Sedo Lepan ini "pecah" dan keluarlah seorang wanita lagi yang kemudian dikenal dengan namaKewae Sedo Bolen. Saat itu, di Pulau Adonara belum ada manusia lain selain wanita ini. Selama bertahun-tahun ia hidup sendirian di lereng Ile (gunung) Boleng. Kemudian suatu ketika, datanglah seorang laki-laki dari pantai selatan Pulau Lembata yang bernama Kelake Ado Pehan.Ia diusir dari Lembata karena dituduh sebagai seorang suanggi yang menyebabkan meletusnya Gunung Adowojo.Ia lari dengan menggunakan sebuah perahu yang terbuat dari sebatang kelapa dan terdampar di selatan pulau Adonara.
           
Singkat kisah, Kelake Ado Pehan kemudian bertemu dengan Kewae Sedo Bolen di puncak Ile Boleng sehingga keduanya menikah. Dari pernikahan kedua manusia pertama di Pulau Adonara itu, kemudian lahirlah tujuh putra yakni Lado Ipa Jarangyang( keturunannya ada di Boleng), Mado Paling Tale (keturunannya ada di Doken), Beda Geri Niha (keturunannya ada di Nihaona), Duli LedanLabi (keturunannya di Lewoduli), Kia Kara Bau (keturunannya ada di Wokablolon-Kiwang Ona), Kia Lali Tokan(keturunannya ada di Lewobelek) dan Sue BukuToran yang (keturunannya ada di Lewojawa-Lamahala.

Nama Adonara terdapat dua pengertian.Adonara berasal dari kata "Ado" dan "Nara". Ado ini mengingatkan orang Adonara akan pria pertama yang hidup di pulau itu yakni Kelake AdoPehan.Sedangkan "Nara" artinya kampung, bangsa, kaum kerabat.Jadi Adonara artinya Ado punya kampung, Ado punya suku bangsa, Ado punya keturunan dan kaum kerabat.

            Adonara juga berasal dari kata Adoknara."Adok" yang yang berarti mengadu domba dan "nara" yang artinya kampung, suku bangsa, kaum kerabat, golongan atau Puak.JadiAdoknara artinya mengadudomba warga antarkampung, suku bangsa, kaum kerabat.Pengertian ini merujuk pada watak khas orang Adonara yang "gemar" berperang. Jika hendak berperang, maka para pihak akan menghubungi "nara" yakni keluarga, saudara, kaum kerabat di kampung lainnya agar memihak kepada mereka dalam perang tanding.
Adonara juga sering dikaitkan dengan adu darah, yakni perang tanding yang terjadi di pulau itu."Dulu di Adonara dan Lembata masih dikenal dengan istilah perang antara Paji dan Demong.Dimana kelompok Demong berasal dari Lewopoti. Lewoleba, Tana Boleng, Horuhura, Lewomang, Wollo dan Baipito.Sementara kelompok Paji berasal dari Menanga, Lamahala, Lamakera, Lebala dan Watampao.
  
Apa pun pengertiannya saat ini masih sering kita dengar pertikaian berdarah di Adonara. Masalah tanah terutama menjadi pemicu terjadinya perang tanding. Watak menyelesaikan sengketa tanah dengan cara kekerasan ini - sesuai ceritra rakyat - disebabkan nenek moyang orang Adonara ditempa dengan kehidupan yang keras, dimana peristiwa pertumpahan darah sudah merupakan hal biasa.
Seorang tokoh muda asal Lembata, Muhamad Sengnama, mengatakan, anggapan bahwa orang Adonara sampai saat ini masih identik dengan sifat-sifat keras dan selalu ingin saling membunuh itu tidak benar.Orang Adonara tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan bahkan sampai membunuh kalau ada masalah yang menyangkut hal-hal prinsip semisal harkat dan harga diri pribadi, suku dan kampung.
"Tapi sekarang di Adonara sudah banyak masyarakat terpelajar.Banyak orang pintar di NTT bahkan Indonesia yang berasal dari Adonara. Sekarang ini yang harus dilakukan oleh orang Adonara yakni bagaimana menghilangkan image orang luar tentang perilaku keras itu,"


ASAL USUL MANUSIA ADONARA


Menurut penuturan sesepuh adat Ile Boleng yang ada di desa Boleng (Lamanele Atawatan), Lamanele, Lamanele Bawah (Nobo) dan Lama Bajung, bahwa antara Pati Golo dan Ado Pehang merupakan dua saudara kandung yang datang dengan berlayar dari daerah Rera Gere (timur). Keduanya mendapat musibah di selat Boleng, mengakibatkan Ado Pehang terdampar di Lembata, tepatnya wilayah Waibaja Loang. Sementara adenya Pati Golo terbawa arus dan terdampar di Solor (daerah sekitar Pamangkayo depan Kota Larantuka sekarang. Dari Solor Pati Golo Melihat cahaya api yang muncul di atas puncak Ile Mandiri.

Dengan keahlian yang dimiliki, Pati Golo membuat perahu untuk menyeberang ke Larantuka, dan terus menyusuri kaki gunung Ile Mandiri menuju sumber api yang dilihatnya. Dan bertemulah dengan seorang putri Ile Mandiri yang merupakan titisan Rera Wulan yang kelak menjadi isterinya.Pati Golo memiliki sifat kepemimpin, walaupun dia adalah adik dari Ado Pehang Beda.Maka Jadilah raja Pati golo yang bergelar Arakiang merupakan pengakuan dari kerajaan di Sulawesi.Pati golo dan isterinya putri titisan Rera Wulan Ile Mandiri (Watowele) beranak pinak dan menurunkan raja-raja lainnya di Lamaholot yang dikenal dengan clan (suku) Demong.

Sebaliknya, Ado (Pehang) Beda yang terdampar di Waibaja (Loang) mengembara ke pedalaman Lembata. Dalam pengembaraan, menyusuri sungai Waibaja sampai ke pertengahan Lembata, beliau tidak menjumpai seorang manusia, di hulu sungai Waibaja, atau orang pedalaman Lembata (Boto, Atawuwur dan sekitarnya) menyebut Wai Raja, Ado Pehang Beda menanamkan sebatang pohon cendana, sebagai batas perjalanannya (katanya hingga kini masih ada).

Selanjutnya Ado Pehang beda kembali lagi ke Waibaja. Dan di sinilah dia melihat adanya cahaya api di puncak Ile Boleng. Dengan kemampuan yang dimiliki, Ado Pehang (Beda) membuat perahu dan menyeberang ke Adonara.Dalam penyeberangan Ado Pehang mendarat di sebuah selat kecil yang dikenal sampai sekarang dengan sebutan Wai Tolang, di bawah desa Tanah Boleng sekarang. Daerah yang penuh batu tidak menghalanginya untuk menemukan sumber cahaya api yang ada di atas gunung. Akhirnya dia menjumpai suatu tempat yang sangat bersih di bawah sebatang pohon yang sangat rindang.

Singkat cerita, ditempat inilah Ado Pehang bertemu dengan Sedo Boleng yang merupakan putri titisan Rera Wulan Ile Boleng. Atas ijin dan restu Rewa Wulan, Tanah Ekan keduanya menjadi suami istri, yang kelak disebut klake (blake) Ado Pehang Beda dan Kwae sedo Boleng). Keduanya juga beranak pinak hingga menurunkan clan (suku Paji).

Turunan klake Ado Pehang dan Kwae Sedo Boleng merupakan turunan Rae Kbelan (Anak Wruin) maka dalam perkembangannya mereka tidak mau dikuasai oleh turunan raja Pati Golo yang dianggap Rae Rabe Arik.Kelangsungan beranak pinak Klake Ado Pehang dan Kwae Sedo Boleng agaklah unik.Mereka memiliki keberanian yang mumpuni tetapi tidak mempunyai jiwa kepemimpin pemersatu, namun tetap hidup dalam keakraban yang kental.Anak pinak Pehang Beda akhir hidup dengan bekerja sebagai petani dan mengolah tanah hingga Wai Tolang tempat pendaratan Ado Pehang pertama kali.

Dari sini sebagian dari mereka menetap di pesisir atau lebih dekat dengan laut yang dikenal dengan istilah ata watan dan yang tetap dipedalamanan disebut Ata Kiwang (bukan Islam dan katolik).Perkembangan pelayaran semakin ramai, membuat manusia Ata Watan sering berhubungan dengan pendatang dari sina Jawa, Ternate Tidore dan Sulawesi. Karena cara hidup yang berbeda membuat Ata Watan pindah lagi ke pedalaman, kelompok ini akhirnya menyebar membentuk Lewo Tanah Boleng, Lamawolo, Lamahelang, Lewo Keleng, dan yang masih di puncak Ile Boleng turun dan menetap di Haru Bala, Nobo, dan agak kevutara menetap di Lama Bajung.

Manusia Ata Watan yang bisa berbaur dengan pendatang akhirnya pindah ke Boleng yang dianggap tempat yang cukup strategis untuk berlabuh perahu, juga berlindung.Penyebaran anak pinak Ado Pehang tidak sedikitpun mencerai pisahkan tali persaudaraan mereka hingga kini, karena setiap pesta budaya adat mereka selalu bersatu hingga kini.

Semakin ramainya hubungan dengan dunia luar terutama dari Ternate, Tidore dari timur serta sina Jawa dan Sulawesi dari barat dan utara membuat mereka mulai mengenal cara memimpin dan membentuk raja-raja kecil. Misalnya ada yang menjadi Raja Lama Hala, Raja Lama Kera, dan raja Terong (kerabat) sedangkan Raja Menaga, Lohayong merupakan turunan dari Pati Golo.

Sementara Turunan Ado Pati yang ada di Lamanele (Lamanele, Nobo dan Boleng (tetap dianggap Ata Kiwang) karena masih tetap berhungan erat dengan orang pedalaman tetap hidup damai dalam kesatuan adat dan budaya tradisional (perubahan dari adat budaya primitif) tetap menjadi ata kebelan dan tidak menjadi wilayah kekuasaan Raja Lamahala, Lamakera, Witihama dan raja-raja lainnya. Manusia Lamanela atau yang disebut manusia Ile Ae (depan gunung) tetap dianggap ata kebelan oleh raja-raja sekitarnya, baik raja-raja yang dikenal dengan sebutan Solor Watan Lema, maupun Raja Witi Hama, Adonara dan Sagu.
Kebesaran Ata Kebelan Lama Nele disebut Ata Kiwang termasuk Boleng bisa dibuktikan dengan perasasti sejarah hingga saat ini, seperti:

1. Mendamaikan/menghentikan perang antara Raja Lama Hala dan Raja Lama Kera. Peperangan ini tidak bisa didamaikan oleh raja raja dari turunan anak pinak Pati Golo, karena mereka merasa yang berperang adalah Ata Kebelan.dan mereka menyerahkan sepenuhnya kepada Kebelan Lamanele.Bukti sejarah hingga kini bisa disaksikan dengan dua buah benteng dari batu yang berdiri kokoh mengelilingi desa boleng yang dibangun oleh raja lamakera dan yang mengelilingi desa Lamanele Reren (sekarang Nobo) yang dibangun oleh Raja Lamahala.

2. Bukti prasasti lainnya adalah benda berbentuk naga yang terbuat dari emas tanah serta benda2 kuno lainnya yang masih tersimpan rapi di rumah adat Lamanele Reren (Nobo) merupakan hadiah dari para pendatang buat pembesar Lamanele walaupun bukan raja.

3. Atas persetujuan sesepuh adat Lamanele Reren dan Lamanele Blolon, sesepuh Boleng bisa menghentikan perang antara Paji dan Demong, sehingga terciptalah nama Adonara oleh anak pinak Pati Golo, bahwa pulau yang ada di depan Larantuka adalah milik Ado yang merupakan saudara dari Pati Golo. Ado adalah Ado Pehang sementara Nara adalah saudara.

4. Kehebatan manusia Lamanele tidak hanya di Adonara, tetapi sampai ke Lembata dan mampu meredam terjadinya peperangan di Lembata, sebagai hadianya, tanah di pesisir Wai Jarang hingga Wai Baja diserahkan kepada orang-orang Lamanela Ata Kiwan maupun Ata Watan. Kepemilikan tanah di Wai Jaran, Wewan Belan, Kwaka, Wai Baja di kabupaten Lembata hingga kini menjadi milik anak pinak Ado Pehang yaitu (orang Boleng di Wai Jarang, Wewan Belan, Wai Baja) sementara orang Lamanele Reren (Nobo) menguasai tanah di Kwaka.

Itulah sekelumit kisah orang yang saya dengar dari orang tuaku almarhum Bonto Ata Boleng, dan bapa Belan Gaen Roma Boli, yang merupakan anak cucu dari seorang tua yang beranak Asan Boleng yang merupakan teman akbar Raja Molo Gong.


PEMERINTAHAN
Adonara sendiri sebenarnya adalah sebuah pulau yang terletak di kepulauan Nusa Tenggara. Yakni disebelah timur pulau flores. Luas wilayahnya 509 km2 dan titik tertingginya 1.676 m. pulau ini dibatasi oleh laut flores disebelah utara, selat solor diselatan (memisahkan dengan pulau solor) serta selat Lowotobi di barat (memisahkan dengan pulau flores).
Secara administrative, pulau Adonara termasuk wilayah kabupaten flores timur, provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Adonara merupakan satu diantara dua pulau utama pada kepulauan di wilayah Kabupaten flores timur. Awalnya terdiri dari 2 kecamatan yang kemudian dikembangkan menjadi 7 kecamatan. Adonara dahulu merupakan  sebuah kerajaan yang didirikan pada tahun 1660 sampai saat sekarang Adonara terus berbenah baik dalam infrastruktur dan prasarana yang ada didaerahnya.

PARIWISATA
Pesona wisata budaya menjadi andalan dari pulau yang satu ini karena sampai dengan saat sekarang dimana refolusi teknologi tengah melanda dunia.Adonara masih berpegang teguh pada norma-norma dan adat istiadat.Sehingga tidak mengherankan kalau Adonara menjadi daerah tujuan wisata dari wisatawan mancanegara dan domestik.Tempat wisata yang sering dijadikan sebagai referensi bagi pelancong adalah desa-desa yang mempunyai basis budaya seperti rumah-rumah adat.Upacara adat seperti upacara pemanngilan hujan pada masa menjelang musim tanam upacara PA’O NUBA NARA, dan masih banyak yang lainnya.Selain wisata budaya Adonara mempunyai tempat-tempat wisata seperti danau KOTA KAYA dan wisata pantai. Suatu pesona wisata yang masih sangat perawan dengan memiliki pantai yang sangat eksotis, hamaparan pasir putih sepanjang mata memandang dengan deburan ombak yang memicu adrenalin bagi mereka yang senang surfing. Untuk akses ke Adonara sendiri, anda cukup menyeberang kurang lebih 30 menit dengan menggunakan kapal motor laut dari ibukota kabupaten flores timur, larantuka.



BUSANA PERKAWINAN ADAT ADONARA

Perkawinan merupakan peristiwa paling mendebarkan dalam kehidupan insan manusia. Dalam landscape budaya Adonara-Flores Timur perkawinan juga merupakan titik peleburan cultural-spiritual, tidak hanya bagi pasangan pengantin, tetapi juga rumpun-rumpun keluarga terkait. Karena setiap perkawinan di dahului dan senantiasa terbingkai dalam berbagai prosesi adat. Pada puncak prosesi perkawinan adat, pasangan pengantin dipersatukan dan dikenakan busana pengantin tradisional lengkap dengan berbagai pernak pernik aksessorisnya.

Nowing dan Kwatek, Pakaian Adat Lamaholot

Untuk busana wanita tersedia berbagai alternative kain dengan nama dan ciri khas motif dan warnanya. Masing-masing kain ini disebut Kwatek. Sedangkan mempelai pria mengenakan Nowin. Nowin inilah yang dikenakan model pengantin pria. Pascalis berwajah tampan rupawan asli Adonara ini.
Nowin merupakan tenun ikat yang dalam hal pewarnaannya datar dan tidak mencolok. Ragam hias Nowin berbentuk garis-garis. Model pengantin pria juga mengenakan aksessoris yang terdiri dari; Kenobo (kain yang dililit dibagian kepala), Kalabala (gelang gading), Lodang, dan Pastipo.
Pastipo adalah sebilah keris yang sarungnya bisa terbuat dari tanduk hewan atau lempengan emas. Batang gagang Pastipo juga berupa emas sehingga Pastipo juga berfungsi sebagai belis atau mahar bagi kalangan bangsawan adonara.


Kemudian Kewatek yang dikenakan model pengantin wanita. Alvina Daeng dengan raut wajah cantik oriental klasik khas Adonara ini, bernama Tenapi.
Tenapi merupakan tenun ikat berbahan dasar sutra asli dan Tenapi yang saat ini dikenakan model pengantin wanita ini sudah berusia lebih dari satu abad lebih yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Aksessorisnya terdiri dari, Mahkota Bulan (Kiri Belaon) yang terletak dibagian kening adalah symbol “Rera Wulan Tanah Ekan” sebagai penerang atau sumber cahaya.
Sidok yakni kalung yang terbuat dari manik-manik batu berkoombinasi emas. Lodang, gelang gading (kalla). Anting-anting dan Cincin Selaka (Killa).
Motif utama Tenapi adalah kuntum bunga. Bunga berarti keindahan. Bunga berasal dari pohon. Pohon berpucuk di langit dan berakar di bumi. Pohon adalah lambang jembatan spiritual yang menghubungkan manusia dengan dua kosmik, (Langit & Bumi—Alam & Tuhan). Ragam hias Tenapi terdiri dari garis-garis horizontal dengan kombinasi warna yang senada terbentang sejajar pada keseluruhan kain. Kombinasi utama permainan warnanya berupa warna alam. Warna alam adalah symbol bahwa manusia bermula dari debu dan berakhir pada debu

ADONARAKU

Tanah Tadon Adonara adalah sebuah sebutan kebanggaan bagi setiap Putra/i yang berasal dari Adonara. Nama pulau "Adonara" tidak hanya terkenal dilingkungan Flores, NTT atau Nasional, namun nama ini juga cukup dikenal di luar negari hingga saat ini.Adonara memiliki suatu sejarah peradaban manusia yang sangat unik, serta karakter manusianya juga berbeda dengan wilayah sekitarnya, bahkan Indonesia.

MANUSIA PERTAMA ADONARA

            Kisah oral yang akan dituturkan di bawah ini tidak untuk menandingi kisah-kisah oral yang sudah ditulis oleh para pencinta Tanah tadon Adonara. Akan tetapi untuk memperkaya wawasan dalam menggali kepribadian dan budaya masa lalu Adonara sebagai bagian dari sumbangan pikiran menuju Adonara Jadi "KABUPATEN".
           
Menurut kisah oral yang dituturkan dari lisan tetua adat dari hampir seluruh wilayah di pulau Adonara memiliki kesamaan namun tidak serupa. Sebagai salah satu sumber kisah oral dari al marhum B. Ataboleng ( desa Boleng )bahwa :
Saat itu ada dua saudara kandung berlayar dari arah timur ( arah rera gere ), setelah tiba diselat boleng, mereka mengalami musibah dan perahu mereka hancur, dan keduanya hanyut terbawah arus, yang sulung (Ado Pehang ) terdampar di pulau Lembata dan yang bungsu ( PG/ ) terbawa arus hingga terdampar di pulau flores.
           
Dengan kemampuan yang dimiliki, Kelake Ado Pehang mengembara mencari perkampungan untuk sekedar meminta bantuan. Pengembaraan sampai di daerah Boto dan Atawuwur Pedalaman Lembata. Tidak ada satu kampung / orangpun yang dijumpainya. Sebagai tanda pengembaraannya, di daerah Boto, yang dikenal dengan sebutan Wai Raja ( sekarang ) Ado Pehang menanam sebatang Pohon Cendana, yang hingga tahun 1970 an pohon ini masih ada. Beliaupun kembali lagi kepesisir. Dalam perjalanannya ini ia melihat ada cahaya api di puncak gunung Boleng. Dengan keahlian yang ada ia membuat sampan dan berupaya menyeberang selat Boleng untuk mendatangi sumber cahaya (api).
Singkat kisah, ia menyeberang selat boleng yang ganas itu dan mendarat disalah satu tempat yang sekarang disebut Wai Tolang ( torang )daerah pesisir antara desa Tanah Boleng, Lamawolo sekarang. Daerah yang penuh dengan bebatuan cadas yang tajam dan jurang, tidak menghalanginya untuk menemukan sumber cahaya api yang ada di atas gunung.
Akhirnya dia samapi juga dipuncak gunung dan menemukan sebuah sebatang pohon yang sangat rindang serta lingkungannya yang bersih dan rapi. Dan ditempat inilah Ado Pehang pertama kali bertemu dengan kwae Sedo Boleng yang merupakan putri titisan Rera Wulan Ile Boleng. Atas ijin dan restu Rewa Wulan - Tanah Ekan keduanya menjadi suami istri dan menurunkan anak pinak menjadi manusia Adonara. Kisah penyebaran Keturunan dari Klake Ado Pehang dan Kewae Sedo Boleng juga memiliki kesamaan tapi tak serupa. Ada yang mengatakan anak dari kedua manusia pertama Adonara ini terdiri dari tujuh orang putri ( terputus kisahnya ) dan tujuh putra. Sementara yang dituturkan oleh B. Ata Boleng, ada sebeles orang Putra yaitu :



1. Asan Lau Tadon dan Laba Ipe Jarang yang merupakan Anak Sulung ( Ana Wruing ) dan anak bungsu ( ana wutun ) tetap tinggal di Lama Nele Blol'on. Setelah itu Asan Lau Tadon pindah ke Lamanele Rer'en dan seterusnya ke Boleng. keturunan kedua kakak beradik ini tersebar di Lamanele Blol'on, Lamanele Rer'en, Lama Bajung dan Boleng.

2. Mado Paling Tale, yang keturunannya tersebar di Desa Doken, Lama Wolo Blol'on dan sekitarnya.

3. Beda Geri Niha, yang keturunannya tersebar di Niha Ona dan sekitarnya.

4. Duli Ledan labi, yang keturunannya tersebar di Lewoduli dan sekitarnya

5. Kia karan bau, yang keturunannya tersebar di Wokablol'on, Kiwang Ona, Lama Louk dan sekitarnya.

6. Kia Lali Tokan, yang keturunannya tersebar di Witihama dan sekitarnya

7. Sue Buku Taran, yang keturunannya tersebar di Lama Hala dan sekitarnya.

8. Laga Doni, Subang Bur'an dan Subang Miten, yang keturunannya tersebar di wilayah belakang gunung ( Ile Boleng ),juga sebagian wilayah Lembata bagian utara.
Kisah oral yang dituturkan oleh almarhum B. Ata Boleng ( tahun 1970 an ) tersebut bisa juga dituturkan kembali oleh seorang Putranya yang bernama Bapak Yasir Ahmad seorang tetua adat desa Boleng.
Dari uraian fargmen kisah oral manusia pertama adonara di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa memiliki kesamaan kisah antar setiap tetua adat setiap desa di daratan

ADONARA

Sebutan / Nama Pulau Adonara tidak bisa disandingkan dengan sebutan Kerajaan Adonara yang ada di Adonara Barat. Karena Kerajaan Adonara sebelumnya bernama Liang Lolon, yang rajanya berasal dari kaum bangsawan kerajaan islam Ternate dan Tidore.
Sementara dibelahan Timur Adonara ada kerajaan Lama Hala, Bani One ( terong ) serta dua kerajaan di pulau Solor yaitu Menanga, Lama Kera serta sebuah kerajaan Lebala ( lembata ) telah membuat kesepakatan dengan VOC tahun 1613 untuk menahan laju perkembangan kekuasaan Portugis yang sudah membangun bentengnya di Lohayong.
Portugis yang merasa mendapat rintangan dari kelima kerajaan di atas serta VOC kembali berusaha untuk mendekati kerajaan Liang Lolon yang saat itu tidak bersahabat dengan Belanda. Untuk menunjukan Kekuasaannya, Portugis merubah nama Kerajaan Liang Lolon menjadi Kerajaan Adonara sebagai upaya mengelabui VOC bahwa selain Lohayong, Adonara secara keseluruhan telah bersekutu dengan mereka.
Sebenarnya nama Adonara sudah ada sebelum bangsa Asing datang. Dari namanya, "ADO" diambil dari nama depanPria pertama yang datang ke Ile Boleng yaitu Kelake Ado Pehang dan "NARA" berarti Saudara ( seketurunan ), kerabat, kampung. Juga Adonara tidak identik dengan Adok Nara ( mengadu domba ) antara sesama saudara sesuai dengan karakter dan budaya perang tanding manusia adonara.
Dalam perkembangannya, sebelum bangsa Eropa datang, pembagian kelompok besar manusia Adonara juga sudah ada, yaitu Demong dan Paji. Ada kisah yang menuturkan, "DEMONG" di identikan dengan manusia Adonara yang ada dibelahan Barat Adonara, sementara "PAJI" identik dengan Manusia Penghuni Belahan Adonara Timur. Sementara tutur yang lain Demon identik dengan Kiwang ( manusia Pedalaman ) dan Paji adalah Watan ( manusia Pesisir ) bukan Islam dan kristen. Yang lagi Demong umumnya dari lembata dan manusia pedalaman Adonara termasuk Boleng, Paji identik dengan Manusia Pesisir Adonara yang sudah menerima Islam dan Kerajaan-kerajaan Islam yang ada di solor dan lembata. Sejarah dalam bentuk kisah oral tidak pernah mengungkapkan sebuah kelompok manusia Adonara lain yang tidak sedikitpun memiliki ambisi kekuasaan. Kelompok ini menurut penuturan tetua adat B. Ata Boleng bahwa kelompok ini di sebut "Lamanele" yang tidak lain adalah turunan dari Asan Lau Tadon sebagai ana wruing dan Laba Ipe Jarang ana wutun dari Kelake Ado Pehang dan Kewae Sedo Boleng. Kelompok ini tidak pernah memihak kepada Paji maupun Demong, tapi lebih sering sebagai "Juru Damai" dari pertikaian anak pinak dari saudara-saudara mereka.

Hal ini dapat dilihat dari bukti ata kebelan di lingkungan Lama Nele.

1. Boleng sebagai satu-satunya desa yang berpenduduk 100 % agama Islam dengan dikelilingi oleh belasan desa yang berpenduduk beragama Katolik. Desa Boleng sebagai desa Islam tidak masuk dalam kelompok Watan Lema.Dari segi pemimpin ( berhubungan dengan pihak asing ) kelompok Lamanele memberikan kepada manusia Pendatang, tetapi urusan adat ( Pehen Lewo Kot'an, Lewo Lein, Ata Molan, Bau behin lewo tanah ) semuanya tetap dipegang anak anak pinak dari Asan Lau tadon dan Laba Ipe Jarang. 

2. Pernah terjadi Perang antar Paji dan Demong, yang mendamaikan adalah Asan Boleng ( anak cucu Asan Lau Tadon ) dengan sebuah perjanjian persaudaran antara Paji - Demong. Bukti ini dapat dilihat dari sebuah batu prasasti yang ada di pinggir desa Lama Wolo Rer'en )dengan pembentukan desa kembar ( lewo Najhun Bajhan ) antara Lama Wolo dan Boleng. Desa Boleng ( Kelompok Lama Nele ) tidak perlu menguasa daerah Tanah Boleng, Lewo keleng, Dokeng, Tobi, karena itu menjadi saudara lamawolo, begitu pula sebaliknya. Perjanjian adat ini masih berlaku sampai ( mungkin ) saat ini, seperti :





Dalam  hal Adat.
Ø  Apabila terjadi perkawinan antara kemamun / kebarek Boleng dengan Kemamun / Kebarek Lama Wolo, urusan belis ( mas kawin / bala ) tidak dibicarakan secara terbuka, bahkan bisa tidak dibicarakan. Padahal, masalah belis seorang kebarek merupakan harga diri suatu suku/marga bahkan desa, bahkan sering menjadi pemicu peperangan.

Ø  Dalam urusan adat untuk bangun lewotanah suku ekan pun, kedua desa selalu saling memberitahukan dan urun rembug, termasuk pesta adat Lewo tanah dan masih banyak hal lain.

Dalam hal Olah Raga.

Ø  Setiap ada pertandingan Bola antar desa sekecamatan Adonara Timur bahkan di luar wilayah kecamatan, kesebelasan desa Boleng pasti separuhnya dari pemain desa Lama Wolo, begitu pula sebaliknya. Hal ini tidak menjadi masalah bagi kesebelasan dari desa-desa lain yang ikut bertanding.

3. Peperangan merebut pengaruh dalam lingkup solor watan lema antara Kerajaaan Lama Hala dan Kerajaan Lama Kera yang ada di ujung timur pulau Solor. Proses perundingan perdamaian bukan dilakukan oleh kerajaan Bani One ( Terong ) tetangga Lama Hala atau Kerajaan Menanga ( lohayong ) tetangga Lama Kera. Pada hal, sejarah mencatat bahwa keempat kerajaan ini adalah sama-sama dalam satu kelompok kerjasama dalam Solor Watan Lema. Atas musyawarah mufakat dan menentukan harus orang Boleng yang harus mendamaikan peperangan ini, karena mereka adalah turunan dari ana weruin dari Kelake Ado Pehang walau mereka ( rae bukan ata Kebel'an dan bukan bula ata Ribu ).
Siapa tokoh perdamaian Peperangan ini, tidak lain dan tidak bukan adalah Asan Boleng Laj'an Laka. Setelah berdamai, sebagai simbol pengorbanan tersebut, Asan Boleng meminta agar masyarakat kerajaan Lama Kera membangun benteng Batu mengelilingi Desa Boleng dan Masyarakat Kerajaan Lama Hala membangun benteng yang sama untuk Desa Lama Nele Reren. Pembengunan benteng ini bertujuan untuk melindungi wilayah kaka weruin tidak diserang oleh musuh. Bukti prasasti ini masih berdiri kokoh di Boleng dan Lama Nele Rer'en ( Nobo ).

4.  Bukti bahwa Wilayah Lama Nele ( Lama Nele Blol'on, Lama Nele Rer'en, Lama Bajung dan Boleng bukan wilayah kekuasaan dari salah satu dari Kelompok kerajaan Solor Watan Lema, atau kerajaan Adonara, atau salah satu dari wilayah Paji atau Demong ialah, Setiap desa tersebut memiliki otonomi sendiri-sendiri dalam mengurus desanya, tapi tetap terikat dalam satu kesatuan Lamanele. memiliki satu rumah adat, serta bebas berhubungan dengan para saudagar dari Jawa, Ternate, Tidore dan Sulawesi tanpa harus ada persetujuan dari kerajaan2 solor watan Lema, maupun Kerajaan adonara. Salah satu bukti prasasti yang hingga saat ini adalah Adanya Naga Emas yang bertuliskan aksara Arab, juga bejana yang berbentuk Dandang tersimpan rapi di rumah Adat desa Nobo, yang dihuni oleh Ama Sius raya.

5. Kemudian salah satu bukti nyata yang terdapat di wilayah Lembata, Berkat kedigjayaan kelompok Lama Nele dalam membantu kerusuhan di lembata. Untuk jasanya tersebut, Desa Boleng mendapat hadiah Tanah berpuluh hektar di Wai jarang dan Wai Baja, Orang Nobo mendapat bagi di Kewaka dan lamanele Belol'on mendapat jatah di sekitar wilayah Pada dan hukun. Dapat dikatakan Tanah di pesisi Utara Lembata terbentang dari Perbatasan lewo Leba sampai wai Baja ( panjangnya Puluhan Kilo meter ) dikuasai oleh Manusia Lama Nele yang tidak lain adalah Anak Pinak dari Asan lau tadon dan Laba Ipa Jarang sampai saat ini.

            Kisah oral yang dituturkan para tetua adat Kelompok Lama Nele serta bukti prasasti yang tersimpan hingga saat ini, menunjukan bahwa di Adonara Bukan saja ada dua kelompok, tapi masih ada lagi Kelompok Lamanele yang memiliki kemandirian dan otonomi serta bebas dari cengkraman kerajaan-kerajaan yang ada. Selain ini Kelompok Lamanele juga tidak memiliki Ambisi kekuasaan sama sekali, tetapi selalu jadi juru damai bagi peperangan yang terjadi di Adonara. Seandainya ada ambisi kekuasaan, maka tidaklah susah bagi Anak Pinak dari Asan lau tadon dan Laba Ipa Jarang bisa menjadi penguasa besar baik dalam kelompok Paji - Demong maupun Kelompok Kerajaan Solor watan Lema.

ADONARA KABUPATENKU.

            Sekelumit kisah tentang Manusia adonara di atas, tidak bermaksud untuk menandingi kisah-kisah oral yang dituturkan oleh para tetua adat atau agama di daerah lain di adonara atau Solor dan Lembata.Saya bahkan sangat bangga dengan semua kisah yang dituturkan. Namun ulasan ini hanya untuk mengatakan bahwa di Pulau adonara sejak dulu hingga kini pasti terdapat manusia-manusia yang tidak memiliki ambisi kekuasaan dan bisa menjadi penengah dalam semua pertentang yang muncul.

            Kita mengetahui dengan Pasti bahwa Sumber Daya Alam ( SDA ) dan juga Sumber Daya Manusia ( SDM ) pulau Adonara tidak diragukan lagi menjadi modal berdirinya Kabupaten Adonara.
Langgam Adonara Jadi Kabupaten sudah didendang sejak lama, bahkan pada Orde Lama, yaitu ketika ketua DPRD Gotong Royong Dati II Flores Timur Tuan De Rosari memimpin Rapat dewan pada tanggal 17 Oktober 1963 memutuskan untuk memperjuangkan pemekaran Kabupaten Flores Timur menjadi :
1. Kabupaten Flores Timur dengan wilayah Flores Timur daratan dan Pulau Solor dengan Ibukota Larantuka.
2. Kabupaten Lembata ( dulu Lomblen ) dengan Ibukota Lewoleba
3. Kabupaten Waiwerang dengan Ibukota Waiwerang.

Orde Lama pun berganti dengan Orde Baru, Perjuangan masyarakat Adonara dan Lembata pun bagaikan ditelan bumi, tidak pernah didengungkan lagi. Baru setelah masa Orde Reformasi dengan ditandai Pemilihan Umum tahun 1999, gaung pemekaran Adonara dan Lembata mulai dikumandangkan kembali. Dan Akhirnya Lembata yang selama ini kurang dianggap oleh Adonara berhasil memisahkan diri dari Kabupaten Induk Flores Timur, sementara Adonara masih tetap menjadi bagian Flores Timur.
Kaget dengan keberhasilan Lembata, tokoh masyarakat dan masyarakat Adonara baik yang ada di Tanah Tadon Adonara maupun di luar mulai mendengungkan kembali keinginan pembentukan Kabupaten Adonara

Jagung Titi Makanan khas Adonara



Jagung Titi atau emping jagung merupakan makanan khas dari pulau Adonara Nusa Tenggara Timur. Jagung titi merupakan makanan pokok disamping makan nasi. Walaupun rasanya tawar tapi jagung titi sangat digemari oleh masyarakat Adonara. Jagung titi atau dalam bahasa Lamaholot bahasa daerah setempat disebut Wata Kenaen menjadi makanan pokok disamping nasi. Jagung titi terbuat dari biji jagung dengan proses pembuatannya cukup unik. Jagung dilepas dari batangnya menjadi biji jagung yang terpisah. Biji jagung ini kemudian disangrai dengan menggunakan wajan yang terbuat dari tanah liat. Cara sangrainya pun tidak sekaligus semua, tetapi sekitar 10 biji setiap kali masak. Setelah dirasa cukup matang, biji jagung tersebut dikeluarkan kemudian dipipihkan dengan menggunakan dua buah batu. Satu batu berfungsi sebagai alas dan yang lainnya menjadi pemukul. Untuk mengeluarkan biji jagung dari wajan yang masih panas, para wanita Adonara tidak menggunakan alat bantu lain tetapi hanya menggunakan tangan. Jagung titi sendiri sudah ada sejak jaman nenek moyang di Adonara. Biasanya dimakan pada saat pesta adat, pesta nikah maupun untuk makanan sehari-hari. Jadi bila sedang melakukan perjalanan ke Adonara, pasti akan mencicipi makanan khas ini. (suh)

PERKAWINAN
Suatu proses peralihan yang terpenting dalam kehidupan seluruh umat manusia adalah saat peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga yaitu ditandai dengan suatu perkawinan. Dipandang dari sudut pandang kebudayaan manusia, maka perkawinan merupakan pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan sexnya, dimana kelakuan-kelakuan sexnya yang utama adalah persetubuhan. Dengan suatu perkawinan dapat menyebabkan seorang laki-laki dalam pengertian masyarakat tidak boleh bersetubuh dengan sembarang wanita lain melainkan dengan satu atau beberapa wanita tertentu dalam masyarakatnya. Perkawinan  juga mempunyai beberapa fungsi lain dalam kehidupan kebudayaan dan masyarakat manusia. Pertama-tama perkawinan juga memberikan ketentuan hak dan kewajiban serta perlindungan kepada hasil persetubuhan, ialah anak-anak, kemudian perkawinan juga memenuhi kebutuhan manusia akan seorang teman hidup, memenuhi kebutuhan akan harta, akan gengsi dan naik kelas masyarakat, sedangkan pemeliharaan hubungan baik antara kelompok-kelompok kerabat  yang tertentu juga merupakan alasan dari perkawinan. Sungguhpun demikian, lepas dari apapun juga, maksud dan alasan dari perkawinan, perbuatan sex selalu termaktub didalamnya.
Pengertian perkawinan juga menunjukan bahwa perkawinan merupakan bentuk kontrak sosial antara laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama. Kontrak sosial tersebut juga bisa disyahkan oleh kebiasaan/adat, oleh agama, oleh negara atau ketiga-tiganya. Pada masyarakat modern indonesia, perkawinan banyak dipengaruhi oleh tradisi, agama dan modern (negara).

   BENTUK-BENTUK PERKAWINAN
Semua masyarakat didunia mempunyai larangan-larangan terhadap pemilihan jodoh bagi anggota-anggotanya. Sebagai proses sosial, perkawinan pada masyarakat yang satu dengan yang lainnya tentulah berbeda-beda. Pada masyarakat tertentu ada yang melarang perkawinan dengan pasangan dari daerah/marga/suku yang sama. Pada masyarakat lainnya justru mengharuskan. Ada masyarakat yang melarang perkawinan dengan lebih dari satu pasangan. Masyarakat lainnya justru membolehkan perkawinan dengan pasangan lebih dari satu pasangan. Pada akhirnya, terdapat pembatasan-pembatasan dalam hal perkawinan. Pembatasan bisa meliputi aspek asal pasangan, jumlah pasangan, jumlah pasangan untuk perkawinan yang kesekian kalinya. Diluar pembatasan perkawinan, juga dikenal pantangan perkawinan. Perkawinan yang dilarang, secara universal perkawinan tersebut diistilahkan sumbang/incest.
Ada beberapa bentuk perkawinan yang dapat dijumpai dalam masyarakat diantaranya, endogami, eksogami, monogami, poligami, levirat, sororat, perkawinan berturut, perkawinan kelompok.
Perkawinan yang harus dilakukan dengan memilih pasangan hidupnya berasal dari desa/marga/kasta/keluarganya sendiri. Perkawinan seperti ini kemudian melahirkan istilah endogami desa, endogami marga, endogami kasta atau endogami keluarga inti, dan sebagainya.           Pada masyarakat Lamaholot khususnya masyarakat adonara tidak diperbolehkan melakukan endogami terutama endogami antar marga ataupun keluarga inti sampai pada generasi seterusnya yang menikah dalam satu klen.
Eksogami, mengharuskan orang untuk kawin dengan pasangannya diluar batas sosial tertentu. Bentuk perkawinan ini juga melahirkan konsep eksogami desa, eksogami keluarga, eksogami kasta dan eksogami keluarga inti. Dalam masyarakat adonara, perkawinan jenis ini bisa saja terjadi dalam desa sendiri asalkan diluar marga ataupun klen. Menurut pandangan saya, bila seseoang memilih pasangan hidupnya baik antar marga, antar desa, antar kasta (bangsawan = Ata kebel’en) akan menambah hubungan yang erat dan memperbanyak famili, yang biasa tampak pada acara kematian, acara perkawinan ataupun melakukan acara adat lainnya, semua saudara yang mempunyai hubungan famili baik dari pihak keluarga laki-laki maupun pihak perempuan, berdatangan dan bersama-sama melaksanakan suatu acara adat. Dalam hubungan famili ini, sesuatu yang khas bagi masyarakat adonara adalah dalam masyarakat selalu menjaga hubungan tersebut samapai pada melihat generasi sebelumnya, dimana ada satu hubungan darah yang sama pada nenek moyang mereka berasal. Dari sudut pandang ini, maka dalam melaksanakan acara baik perkawinan, kematian atau acara adat lainnya selalu adanya tanda pemberian baik itu materi maupun nonmateri kepada familinya yang melaksanakan suatu acara adat. Hal inilah yang menandakan betapa kuatnya hubungan kekeluargaan dalam masyarakat lamaholot, khususnya masyarakat adonara, sehingga dalam praktek kehidupan sosial budayanya sangat berat dirasakan.
Monogami, perkawinan yang dilakukan dengan antara seorang laki-laki/perempuan dengan seorang istri/suami. Pada keluarga inti di adonara lebih bersifat monogami.
Poligami, perkawinan yang membolehkan pasangannya memiliki lebih dari satu istri/suami. Keluarga poligami memiliki potensi memunculkan masalah perselisihan diantara pasangan. Jenis perkawinan seperti ini khususnya bagi masyarakat adonana sangat dilarang, akan tetapi dalam kenyataan didalam masyarakat masih ditemukan perkawinan jenis poligini akan tetapi tidak terlalu banyak, dan konsekuensi dari jenis perkawinan ini bahwa dalam agama khususnya agama kristen-katolik yang dianut sebagian besar masyarakat lamaholot tidak mendapat berkat dari pastor sebagai pasangan yang sah, karena sudah melanggar hukum gereja. bentuk poligami masih dapat dibedakan atas dua bentuk, yaitu poligini dan poliandri. Poligini merupakan kebiasaan perkawinan dimana seseorang laki-laki memiliki beberapa orang istri. Perkawinan semacam ini seringkali menimbulkan perselisihan diantara para istri. Untuk meminimalisisr perselisihan antar para istri, perkawinan bisa dilakukan dengan poligini soroal. Poligini Soroal adalah perkawinan yang dilakukan dengan perempuan-perempuan yang masih memiliki hubungan persaudaraan. Dengan poligini soroal diharapkan para istri dapat saling menyesuaikan diri dan bisa hidup bersama-sama dalam sebuah rumah tangga.Sedangkan poliandri adalah seorang perempuan memiliki beberapa orang suami.
Perkawinan Levirat adalah perkawinan dimana seorang janda kawin dengan saudara laki-laki suaminya yang sudah meninggal.
Perkawinan Soroat, merupakan perkawinan dimana seorang duda kawin dengan saudara perempuan istrinya yang sudah meninggal.

SYARAT-SYARAT DALAM SUATU PERKAWINAN

Perkawinan sebagai suatu peristiwa sosial yang luas, tidak hanya melibatkan dua orang yang akan kawin semata. Perkawinan setidaknya melibatkan dua keluarga, orang yang berinisiatif untuk kawin harus memiliki syarat-syarat yang telah ditentukan oleh budayanya. Syarat-syarat perkawinan meliputi:
1.      Mas kawin/bride price
2.      Pencurahan tenaga untuk kawin/bride-services
3.      Pertukaran gadis/bride-exchange.

Dari ketiga syarat-syarat perkawinan yang tersebut diatas, syarat pertama yaitu mas kawin/bride price yang paling dominant dipraktekan pada masyarakat lamaholot, khususnya masyarakat yang berada di pulau adonara. Oleh sebab itu dalam paper ini saya memaparkan syarat-syarat mas kawin/ belis dan tata cara adat dalam sebuah proses perkawinan yang ada dalam masyarakat adonara.
Mas kawin/bride price adalah merupakan sejumlah harta/materi yang diberikan laki-laki kepada perempuan yang akan dinikahinya dan atau kepada kerabatnya. Mas kawin/bride-price yang dalam bahasa lamaholot disebut Welin, dan welin ini berupa gading gajah yang merupakan suatu syarat mutlak yang harus diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang hendak dinikahinya.
Dalam sistem sosial budaya masyarakat lamaholot pada umumnya dan masyarakat Adonara pada khususnya, mempunyai satu corak keistimewaan yaitu sistem perkawinan, dimana belis untuk seorang gadis (Kebarek) itu adalah Gading. Pemberian mas kawin berupa gading gajah di Pulau Adonara sekarang ini masih dipraktikkan secara ketat. Tidak ada perkawinan tanpa gading. Batang gading itu tidak hanya memiliki nilai adat, tetapi juga kekerabatan, harga diri perempuan, dan nilai ekonomis yang tinggi.
Meski perkembangan ilmu dan teknologi informasi terus merembes sampai ke pelosok-pelosok desa di Pulau Adonara, mas kawin berupa gading gajah tidak pernah hilang dari kehidupan mereka. Kehidupan orang Adonara secara keseluruhan berada dalam suasana adat yang kuat, yang mengikat.
“Gading gajah tidak hanya mengikat hubungan perkawinan antara suami-istri, atau antara keluarga perempuan dan keluarga laki-laki, tetapi seluruh kumpulan masyarakat di suatu wilayah. Perkawinan itu memiliki nilai sakral yang meluas, suci, dan bermartabat yang lebih sosialis” .
Gading gajah merupakan simbol penghargaan tertinggi terhadap pribadi seorang gadis yang hendak dinikahi. Penghargaan atas kepercayaan, kejujuran, ketulusan, dan keramahan yang dimiliki sang gadis. Kesediaan menyerahkan mas kawin gading gajah kepada keluarga wanita pertanda membangun suasana harmonis bagi kehidupan sosial budaya setempat. Pernikahan gadis asal Adonara selalu ditandai dengan pembicaraan mas kawin gading gajah
Di masyarakat Adonara dikenal lebih kurang lima jenis gading (dalam bahasa lamaholot, gading = bala). Namun, jika sang pria menikahi perempuan yang masih berhubungan darah dengannya, maka dia akan kena denda, yakni memberi tambahan dua jenis gading sehingga totalnya menjadi tujuh jenis gading (Ata Kebel’en = kaum bangsawan). Kelima jenis gading itu adalah, pertama, bala belee (gading besar dan panjang) dengan panjang satu depa orang dewasa. Kedua, bala kelikene (setengah depa sampai pergelangan tangan), kewayane (setengah depa sampai siku), ina umene(setengah depa sampai batas bahu), dan opu lake (setengah depa, persis belah dada tengah). Dua jenis gading tambahan yang biasa dijadikan sebagai denda ukurannya ditentukan sesuai dengan kesepakatan.
Satuan yang dipakai untuk menentukan besar atau kecil sebatang gading adalah depa, satu depa orang dewasa (rentangan tangan dari ujung jari tengah tangan kiri ke ujung jari tengah tangan kanan).
Juru bicara keluarga biasanya memiliki keterampilan memahami bahasa adat, tata cara pemberian, ungkapan-ungkapan adat, dan bagaimana membuka dan mengakhiri setiap pembicaraan. Tiap-tiap juru bicara harus mengingatkan keluarga wanita atau pria agar tidak melupakan segala hasil kesepakatan bersama.
Juru bicara pria bersama orangtua calon pengantin pria selanjutnya mendatangi keluarga wanita. Kedatangan pertama itu untuk menyampaikan niat sang pria menikahi gadis pujaannya. Biasanya pasangan yang saling jatuh hati ini masih memiliki hubungan kekerabatan, yang sering disebut anak om atau tanta.
Kedekatan hubungan ini memang direstui dan dikehendaki adat, tetapi sering bertentangan dengan hukum agama. Kalau ada kasus-kasus seperti itu, hal tersebut juga dibahas pada saat koda pake, pembahasan resmi mengenai adat perkawinan antara keluarga besar calon pengantin pria dan keluarga besar calon pengantin wanita.
Oleh karena itu, kedua pihak juga perlu menentukan waktu pertemuan bersama calon pengantin masing-masing, menanyakan kebenaran dan keseriusan kedua calon pengantin membangun rumah tangga baru. Jika ada pengakuan terbuka di hadapan kedua pihak orangtua, pertemuan akan dilanjutkan ke tingkat keluarga besar dan akhirnya memasuki tahap pembicaraan           adat sesungguhnya, koda pake. Pada Koda Pake itulah disepakati jumlah gading yang dijadikan mas kawin, besar dan panjang gading, serta kapan gading mulai diserahkan.
Penyerahan gading berlangsung pada tahap Pai Napa. Pada acara ini pihak pria menyerahkan mas kawin berupa gading gajah disertai beberapa babi, kambing, ayam jantan, dan minuman arak. Di sisi lain, pihak wanita menyiapkan anting, gelang dari gading, cincin, rantai mas, serta kain sarung yang berkualitas. Selain itu, perlengkapan dapur, mulai dari alat memasak sampai piring dan sendok makan.
Meski tidak dipatok dalam proses Pai Napa, pemberian dari pihak wanita kepada keluarga pria merupakan suatu kewajiban adat. Perlengkapan dari pihak wanita harus benar-benar disiapkan dan nilainya harus bisa bersaing dengan nilai gading.
Keluarga wanita akan merasa malu dengan sendirinya jika tidak mempersiapkan perlengkapan tersebut, atau nilai dari barang-barang itu tidak seimbang dengan nilai gading, babi, kambing, dan ayam yang disiapkan keluarga pria. Keseimbangan pemberian ini supaya kedua pihak dapat merayakan pesta adat di masing-masing kelompok.
Wanita akan menjadi sasaran kemarahan dan emosi keluarga pria jika pihak keluarga wanita tidak menyiapkan “imbalan” sama sekali. Di sinilah biasanya awal kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi, bahkan tidak jarang berakhir dengan perceraian.
Belakangan ini dikenal satu istilah gere rero lodo rema, atau gere rema lodo rero.Artinya, gading gajah hanya dibawa siang atau malam hari ke rumah pihak keluarga wanita, dan pada malam atau siang hari dibawa pulang ke pemiliknya. Kehadiran gading itu hanya sebagai simbol, memenuhi tuntutan adat. Pihak wanita tidak harus memiliki gading tersebut. Peristiwa seperti ini sering terjadi kalau sang pria yang menikah dengan gadis Lamaholot adalah orang dari luar lingkungan budaya Lamaholot, seperti Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Bali.

ADAT MENETAP SETELAH MENIKAH

Pasangan suami istri yang baru menikah dihadapkan persoalan baru yang berhubungan dengan dimana mereka menetap/bertempat tinggal (residence patterns). Secara universal bentuk-bentuk adat menetap setelah menikah bagi kalangan masyarakat lamaholot (khususnya orang adonara)menganut pola patrilokal/virilokal dimana tempat tinggal pasangan suami istri yang baru menikah hidup ditempat yang termasuk daerah keluarga/kerabat ayah suami. Asumsi dasarnya adalah bahwa masyarakat lamaholot lebih didominasi kaum laki-laki/suami dalam mencari kehidupan,dan laki-laki adalah pemegang dan tanggung jawab atas adat yang turunkan secara turun temurun dari nenek moyang. dan menurut pandangan masyarakat setempat bahwa laki-laki memiliki tanggung jawab yang besar dalam konteks kehidupan masyarakat, misalnya, bagi masyarakat adonara laki-laki identik dengan seorang yang perkasa dimana dijaman dahulu masyarakat adonara merupakan suatu pulau yang penuh konflik/perang antar suku, desa, atau wilayah.
Oleh karena itu pasangan suami istri yang telah menikah, bagi masyarakat lamaholot yang mengikuti garis keturunan laki-laki (patrilokal) mengikuti adat virilokal yang mendiami uma lango (rumah suami) dalam mengikuti semua adat yang ada dipihak suami. Dan dalam hal pemberian nama pada keturunannya, walaupun tidak semua tetapi lebih didominasi pada pihak suami yang memakai nama moyangnya pada anak-anaknya.

TARIAN DOLO-DOLO


Tarian Dolo merupakan salah satu tarian lain dari kultur masyarakat Adonara. Tarian inimelambangkan nilai-nilai persahabatan dan seringkali dimanfaatkan oleh kaum muda untukmencari pasangan.Tarian ini biasanya dimainkan oleh para pemuda/i pada waktu-waktu tertentu,mis acara syukuran, pada malam bulan purnama dll.


Dalam tarian ini, setiap peserta (siapa saja boleh mengikuti tarian ini) akan salingmentautkan jari kelingking dan membentuk lingkaran. Jika peserta banyak, lingkaran bisa terdiridari 3 lapis atau lebih. Para peserta akan saling melantunkan pantun dan saling berbalasan.Tarian ini akan berakhir jika sudah tidak ada lagi peserta yang bisa membalas pantun yangdinyanyikan oleh peserta lainnya. Selama masih bisa berbalas-balasan, tarian ini tidak akan berakhir.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan